Selamat datang di blog HIDROLISIS GARAM tempat belajar dan berbagi Ilmu Pengetahuan

Selasa, 22 Oktober 2019

Relevansi

Sifat suatu larutan garam dipengaruhi oleh komponen asam dan basa penyusunnya. Prinsip ini sering digunakan untuk menentukan jenis pupuk (pupuk pada umumnya merupakan senyawa garam) yang sesuai pada kondisi tanah tertentu. Agar tanaman dapat tumbuh dengan baik, maka pH tanah harus disesuaikan dengan pH tanamannya. Oleh karena itu, diperlukan pupuk yang dapat menjaga pH tanah agar tidak tidak terlalu asam atau basa.


Pupuk Ammonium Chloride (NH4Cl) merupakan senyawa garam yang terbentuk dari reaksi antara amonia dan asam klorida. Amonium klorida adalah sebagai sumber nitrogen pada pupuk (mencakup 90% produksi amonium klorida dunia), misalnya kloroamonium fosfat. Tanaman utamanya adalah padi dan gandum di Asia. Sumber (Karl-Heinz Zapp, 2012).


Amonium klorida bersifat asam lemah, sehingga cocok digunakan untuk tanah pertanian yang bersifat basa seperti tanah podzolik. Tanah Podzolik merupakan tanah yang proses pembentukannya dipengaruhi oleh curah hujan yang tinggi serta suhu yang rendah.


Ciri khas tanah podzolik adalah kandungan unsur haranya yang sedikit, bersifat basa, mengandung kuarsa, bersifat tidak subur serta memiliki warna merah sampai kuning. Tanah podzolik biasanya ditanami dengan tanaman kopi, karet dan teh. Daerah persebaran tanah ini kebanyakan ada di daerah pegunungan tinggi Sumatera, Sulawesi, Jawa Barat, Maluku, Kalimantan, dan Papua. Karena pupuk Ammonium klorida (NH4Cl) merupakan senyawa garam yang bersifat asam lemah, maka pupuk ini cocok digunakan untuk tanaman di daerah tanah pertanian jenis podzolik.


Jika dilarutkan ke dalam air, maka garam NH4Cl akan terdapat sebagai kation NH4+ dan anion Cl-. Ion NH4+ berasal dari basa lemah NH3, mengalami hidrolisis; sedangkan ion Cl-, berasal dari asam kuat HCl, tidak terhidrolisis.

NH4Cl(aq) NH4+(aq) + Cl-(aq)

NH4+(aq) + H2O(l)  NH3(aq) + H3O+(aq)

Cl-(aq) + H2O(l)  (tidak ada reaksi)


(Sumber: https://belajartani.com/hortikultura)





 Dolomit (Kapur karbonat) cocok digunakan untuk daerah pertanian dengan tanah jenis vulkanis latosol. Jenis tanah ini memiliki ciri khas berwarna merah hingga kuning, mengandung bahan organik sedang dengan sifat asam, dan biasanya terbentuk dari pelapukan batuan sedimen dan metamorf. Tanah ini sebagian besar terbentuk dan berkembang di daerah yang lembab. Tanah latosol lebih cocok untuk tanaman seperti tebu, cokelat, kopi dan karet. Tanah ini tersebar di Jawa, Sumatera, Bali dan Sulawesi.
 

Pupuk dolomit (Kapur karbonat) merupakan mineral karbonat anhidrat yang secara teoritis mengandung 45,6% MgCO3 dan 54,3% CaCO3; atau 21,9% MgO dan 30,4% CaO. Rumus kimia mineral dolomit dapat ditulis sebagai CaCO3.MgCO3, CaMg(CO3)2 atau CaxMg1-xCO3, dengan nilai x lebih kecil dari satu. Baik CaCO3 maupun MgCO3 merupakan senyawa garam yang terbentuk dari senyawa asam lemh dan basa kuat sehingga larutannya akan bersifat basa.

Garam CaCO3 jika dilarutkan ke dalam air akan terdapat sebagai ion Ca2+ dan CO32-. Ion Ca2+ berasal dari basa kuat Ca(OH)2 dan ion CO32- berasal dari asam lemah H2CO3, sehingga larutan garam CaCO3 adalah bersifat basa.



(Sumber: https://belajartani.com/hortikultura)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar